jawapos.com |
Ahli virologi Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Prof. Dr. Suwarno berhasil mengembangkan dua jenis obat terapi berbahan ekstrak kuning telur yang berkhasiat sebagai penghambat pertumbuhan virus flu burung atau Avian Influenza (AI) pada hewan ternak.
“Ada dua produk. Yakni, Anti-Hemaglutinin Antibody (AHA) dan Anti-Neuraminidase Antibody (ANA). Kedua jenis obat itu bisa menghambat dan mematikan pertumbuhan virus AI yang sudah menjangkiti hewan ternak. Obat AHA dan ANA adalah bentuk alat terapi yang kita ekstrak dari kuning telur,” tutur Suwarno.
Ia menjelaskan, bahwa ekstrak kuning telur itu diambil ketika dalam fase menjelang bertelur pada dua kelompok ayam yang terinfeksi virus flu burung. Selanjutnya kedua kelompok ayam tersebut diberi vaksinasi AI.
Kelompok pertama diimunisasi dengan protein hemaglutinin dari virus AI, sedangkan kelompok kedua diimunisasi dengan protein neuraminidase dari virus yang sama.
Setelah kelompok ayam itu bertelur, dirinya mengekstrak telur dan hanya mengambil kuning telur.
"Setelah diekstrak, diambil antibodi dan melakukan pemurnian protein. Pemurnian hemaglutinin dan neuraminidase (anti hemaglutinin dan anti neuraminidase) diformulasi dan ditambah dengan kolostrum (susu dari sapi yang keluar pertama kali), beberapa jenis vitamin, mineral, dan asam amino. Dari situlah, produk bernama AHA dan ANA bermula," paparnya.
Ia mengungkapkan, cara pemberiannya cukup disemprotkan ke dalam paruh ayam dengan dosis sekitar satu milliliter. Apabila obat tersebut diberikan maksimal dua hari sejak virus flu burung menginfeksi tubuh ayam, maka obat AHA dan ANA dapat menghambat 80 hingga 100 persen pertumbuhan virus AI.
Tujuannya, untuk menyelamatkan dari kematian. "Kedua jenis obat tersebut memiliki fungsi yang berbeda. Obat AHA digunakan untuk mencegah menempelnya virus AI ke dalam sel. Sedang obat ANA digunakan untuk mencegah keluarnya virus AI dari sel. Obat tersebut akan berfungsi optimal bila diberikan maksimal dua hari sejak virus AI menginfeksi tubuh ayam. Namun, bila lebih dari dua hari, penggunaan dua obat ini perlu dikombinasikan," urainya.
“Kalau sudah lebih dari dua hari sudah agak sulit. Makanya kita kombinasikan, yang ini (AHA) adalah untuk mencegah menempelnya virus AI ke dalam sel. Yang ANA untuk mencegah keluarnya virus dari sel. Jadi, ketika virus keluar dari sel, kita tangkap dengan ini. Ini supaya virusnya tidak menempel dalam sel. Kalau berkembang biak, virus keluar dari sel, maka akan ditangkap dengan ini (ANA). Jadi, kita kombinasikan antara AHA dan ANA,” imbuhnya.
Riset mengenai ekstrak kuning telur yang digunakan untuk mengobati ayam yang terinfeksi virus AI sudah dimulai sejak tahun 2009. Meski sudah berjalan tujuh tahun lalu, obat ini sudah diujicobakan pada ayam-ayam yang terinfeksi virus AI di peternakan ayam di Blitar, Malang, dan beberapa wilayah terjangkit lainnya.
Dari beberapa kali ujicoba di lapangan, pada kasus-kasus sedang, antibodi tersebut mampu menghambat pertumbuhan virus hingga 60 persen.
Keistimewaan lainnya yang dimiliki obat AHA dan ANA adalah kemampuan untuk mengobati virus dengan risiko kematian tinggi atau Highly Pathogenic AI (HPAI) dan risiko rendah atau Low Pathogenic AI (LPAI) Virus. Selain itu, obat AHA dan ANA bisa mengobati berbagai virus AI subtipe H5N1, H5N9, dan H5N2.
“Kalau ayam terinfeksi HPAI pasti mati. HPAI tidak menunjukkan gejala, tapi kalau tubuhnya diisolasi, hasilnya positif. Seringkali, mahasiswa koas (co-assistant) menemukan itu di laboratorium,” imbuh Suwarno yang juga anggota Tim Komisi Obat Hewan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian RI itu.
Peneliti kelahiran Tuban itu mengaku, produk buatannya sudah dilirik oleh sejumlah perusahaan. Namun demikian, ia masih perlu menyempurnakan kemasan obat AHA dan ANA. Sebab, bila obat tersebut dimanfaatkan untuk populasi yang besar, ia masih perlu menambah netto setiap kemasan.
“Tujuannya biar lebih praktis. Karena awalnya dibuat individual, kita bikin yang spray (semprot) seperti ini. Kalau mau efektif, ya tinggal dilarutkan dalam air. Tidak sampai dua jam, pasti air tersebut akan dihabiskan sama ayam. Jadi, prinsipnya mirip dengan vaksinasi,” tutur Suwarno.
“Ada dua produk. Yakni, Anti-Hemaglutinin Antibody (AHA) dan Anti-Neuraminidase Antibody (ANA). Kedua jenis obat itu bisa menghambat dan mematikan pertumbuhan virus AI yang sudah menjangkiti hewan ternak. Obat AHA dan ANA adalah bentuk alat terapi yang kita ekstrak dari kuning telur,” tutur Suwarno.
Ia menjelaskan, bahwa ekstrak kuning telur itu diambil ketika dalam fase menjelang bertelur pada dua kelompok ayam yang terinfeksi virus flu burung. Selanjutnya kedua kelompok ayam tersebut diberi vaksinasi AI.
Kelompok pertama diimunisasi dengan protein hemaglutinin dari virus AI, sedangkan kelompok kedua diimunisasi dengan protein neuraminidase dari virus yang sama.
Setelah kelompok ayam itu bertelur, dirinya mengekstrak telur dan hanya mengambil kuning telur.
"Setelah diekstrak, diambil antibodi dan melakukan pemurnian protein. Pemurnian hemaglutinin dan neuraminidase (anti hemaglutinin dan anti neuraminidase) diformulasi dan ditambah dengan kolostrum (susu dari sapi yang keluar pertama kali), beberapa jenis vitamin, mineral, dan asam amino. Dari situlah, produk bernama AHA dan ANA bermula," paparnya.
Ia mengungkapkan, cara pemberiannya cukup disemprotkan ke dalam paruh ayam dengan dosis sekitar satu milliliter. Apabila obat tersebut diberikan maksimal dua hari sejak virus flu burung menginfeksi tubuh ayam, maka obat AHA dan ANA dapat menghambat 80 hingga 100 persen pertumbuhan virus AI.
Tujuannya, untuk menyelamatkan dari kematian. "Kedua jenis obat tersebut memiliki fungsi yang berbeda. Obat AHA digunakan untuk mencegah menempelnya virus AI ke dalam sel. Sedang obat ANA digunakan untuk mencegah keluarnya virus AI dari sel. Obat tersebut akan berfungsi optimal bila diberikan maksimal dua hari sejak virus AI menginfeksi tubuh ayam. Namun, bila lebih dari dua hari, penggunaan dua obat ini perlu dikombinasikan," urainya.
“Kalau sudah lebih dari dua hari sudah agak sulit. Makanya kita kombinasikan, yang ini (AHA) adalah untuk mencegah menempelnya virus AI ke dalam sel. Yang ANA untuk mencegah keluarnya virus dari sel. Jadi, ketika virus keluar dari sel, kita tangkap dengan ini. Ini supaya virusnya tidak menempel dalam sel. Kalau berkembang biak, virus keluar dari sel, maka akan ditangkap dengan ini (ANA). Jadi, kita kombinasikan antara AHA dan ANA,” imbuhnya.
Riset mengenai ekstrak kuning telur yang digunakan untuk mengobati ayam yang terinfeksi virus AI sudah dimulai sejak tahun 2009. Meski sudah berjalan tujuh tahun lalu, obat ini sudah diujicobakan pada ayam-ayam yang terinfeksi virus AI di peternakan ayam di Blitar, Malang, dan beberapa wilayah terjangkit lainnya.
Dari beberapa kali ujicoba di lapangan, pada kasus-kasus sedang, antibodi tersebut mampu menghambat pertumbuhan virus hingga 60 persen.
Keistimewaan lainnya yang dimiliki obat AHA dan ANA adalah kemampuan untuk mengobati virus dengan risiko kematian tinggi atau Highly Pathogenic AI (HPAI) dan risiko rendah atau Low Pathogenic AI (LPAI) Virus. Selain itu, obat AHA dan ANA bisa mengobati berbagai virus AI subtipe H5N1, H5N9, dan H5N2.
“Kalau ayam terinfeksi HPAI pasti mati. HPAI tidak menunjukkan gejala, tapi kalau tubuhnya diisolasi, hasilnya positif. Seringkali, mahasiswa koas (co-assistant) menemukan itu di laboratorium,” imbuh Suwarno yang juga anggota Tim Komisi Obat Hewan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian RI itu.
Peneliti kelahiran Tuban itu mengaku, produk buatannya sudah dilirik oleh sejumlah perusahaan. Namun demikian, ia masih perlu menyempurnakan kemasan obat AHA dan ANA. Sebab, bila obat tersebut dimanfaatkan untuk populasi yang besar, ia masih perlu menambah netto setiap kemasan.
“Tujuannya biar lebih praktis. Karena awalnya dibuat individual, kita bikin yang spray (semprot) seperti ini. Kalau mau efektif, ya tinggal dilarutkan dalam air. Tidak sampai dua jam, pasti air tersebut akan dihabiskan sama ayam. Jadi, prinsipnya mirip dengan vaksinasi,” tutur Suwarno.
Sumber: beritajatim.com
jawapos.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar